Keuangan Sosial Islami

Penulis : Dino Andika (2250200021)
 

Bisnis merupakan bagian dari kegiatan ekonomi dan mempunyai peranan yang sangat vital dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Kegiatan bisnis mempengaruhi semua tingkat kehidupan manusia baik individu, sosial, regional, nasional maupun internasional. Tiap hari jutaan manusia melakukan kegiatan bisnis sebagai produsen, perantara maupun sebagai konsumen.

Hal-hal yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar, jual beli, memproduksi-memasarkan, bekerjamemperkerjakan, serta interaksi manusiawi lainnya, dengan tujuan memperoleh keuntungan (Bertens, 2000). Untuk itu sangat diperlukan aturan-aturan dan nilainilai yang mengatur kegiatan bisnis tersebut agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dan dieksploitasi baik pihak konsumen, karyawan maupun siapa saja yang ikut terlibat dalam kegiatan bisnis tersebut.

Islam memaknai bisnis sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram) (Yusanto dan Karebet, 2002).

Bisnis yang bergerak di bidang kuangan sosial islam mengalami perkembangan cukup baik dibuktikan banyaknya lembaga filantropi Islam di Indonesia yang telah berdiri menunjukkan perkembangan pesat dalam praktik filantropi dan hal tersebut berdampak dalam peningkatan pengelolaan zakat serta wakaf yang dapat menjadi salah satu potensi untuk pemberdayaan umat.

Keuangan sosial islam mencakup zakat, infaq, sedekah, dan wakaf (ZISWAF). ZISWAF yaitu ibadah yang memiliki dua dimensi, yaitu ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah (vertikal) dan sebagai kewajiban berhubungan baik terhadap sesama manusia (horizontal). ZISWAF merupakan bentuk ciri khas dari sistem ekonomi Islam, karena implementasi azas keadilan dalam sistem ekonomi Islam.

ZISWAF berperan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat kurang mampu. Peran tersebut sesuai dengan UUD 1945 pada pasal 34 ayat 1 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Wakaf memiliki peran yang besar dalam menunjang dan mendukung pembangunan insfrastruktur yang dibutuhkan masyarakat.

Munculnya keuangan sosial berawal pada proposisi standar keuangan pasar, dimana mekanisme pasar tidak cukup memasukkan eksternalitas positif atau negatif dari transaksi oleh karena itu, makanisme harga tidak dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien dengan cara yang memaksimalkan kesejahteraan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan yang memadai untuk mendorong berkembangnya keuangan sosial Islam termasuk melalui kerangka hukum dan peraturan yang tepat. Maka dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut terkait bisnis Islami yang bergerak dalam bidang “Keuangan Sosial Islam”.

Keuangan Sosial Islam

Keuangan Islam di Indonesia muncul sekitar tahun 1992 yang dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia. Setelah itu mulai berkembang lembaga-lembaga lain seperti Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), koperasi syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, wakaf, dan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) lainnya. Menurut Nurfalah, perbankan syariah relative lebih stabil dibandingkan dengan perbankan konvensional dalam menghadapi shock baik dari internal maupun eksternal. Temuan ini menjadi hal yang sangat menarik yang perlu dibuktikan melalui berbagai penelitian di masa mendatang. Ekonomi keuangan Islam saat ini sedang mengalami perkembangan, baik itu dinegara berkembang maupun di negara maju. Industri keuangan serta bentuk lembaga ekonomi Islam sedang mengalami pertumbuhan,mulai dari Timur Tengah, kawasan Asia, hingga negara-negara Barat seperti Inggris.Di Indonesia, ekonomi Islam dapat dilihat perkembangannya dalam industry keuangan syariah, terutama bank syariah yang menjadi entitas paling banyak digunakan pasca krisis moneter 1997.

Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, umat Islam dapat memberikan peran terbaiknya melalui berbagai bentuk atau model filantropi dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah. Islam sebagai agama yang mengajarkan manusia untuk saling menyayangi, mengasihi dan menyantuni, memiliki wujud yang dermawanan atau filantropi dari ajarannya. Seperti perintah untuk berinfak, bershedakah, berzakat, dan berwakaf, yang dapat berimplikasi terhadap peningkatan iman kepada Allah, menumbuhkan rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan ketenangan hidup, membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki, juga dapat mengatasi masalah dalam kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan dan aspek kehidupan lainnya (Ahmadan: 2020).

Bentuk filantropi dalam Islam dimaknai secara lebih luas yakni tidak hanya berhubungan dengan kegiatan berderma itu sendiri melainkan pada bagaimana keefektifan sebuah kegiatan “memberi”, baik materi maupun non-materi, yang sifatnya dapat mendorong perubahan kolektif di masyarakat. Filantropi dalam sejarahnya hingga saat ini berkembang dalam 2 (dua) varian yakni filantropi tradisional dan filantropi keadilan sosial (Prihatna :2005). Filantropi tradisional beraktifitas dalam ruang karitas saja, tidak berkelanjutan dan cenderung memaknai filantropi secara an sich. Sedangkan filantropi keadilan sosial menelusuri secara filosofis bahwa sebenarnya kelahiran nilai-nilai filantropi adalah menjawab permasalahan publik yang ada ditengah-tengah masyarakat dengan ciri khas program yang berkelanjutan, bergerak di ranah yang luas, menyelesaikan masalah di tingkat struktur dan mengubah sistem.

Filantropi Islam yang dimaksudkan adalah kegiatan komunitas yang tujuannya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat, yang diantaranya melalui kegiatan memberi. Filantropi lebih berorientasi pada kecintaan terhadap manusia dan motivasi moral. Sedangkan dalam agama Islam, basis filosofisnya adalah kewajiban dari Allah untuk mewujudkan keadilan sosial di muka bumi. Belakangan istilah-istilah tersebut dipergunakan secara bersamaan dan bertukaran untuk mengidentifikasi praktik kedermawanan berbasis agama, termasuk di kalangan umat Muslim. Dalam tulisannya mengenai hal ini, Yusuf Ali mengutarakan bahwa kegiatan amal yang dilakukan selalu memiliki tujuan sosial yang jauh ke depan. Bagi umat muslim, kegiatan amal bukan hanya sekedar berderma dan memberikan sesuatu. Tetepi Kegiatan amal bagi umat muslim lebih luas dari sekedar memberi, artinyai berbagi yang didasari oleh nilai-nilai keimanan kepada apa yang mereka percayai, selain itu juga merupakan bentuk dari doa dan harapan mereka (Muhibuddin: 2019).

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar umatnya beragama Islam seharusnya dapat memaksimalkan potensi ziswaf. Zakat, Infak, Sedekah dan wakaf merupakan suatu dimensi, dimana pemanfaatannya telah diatur dengan baik dalam Al-Quran dan Hadist. Melalui pola implementasi alokasi ziswaf atau strategi pendistribusian dana ziswaf yang dapat dialokasikan, diharapkan dapat membantu perekonomian seluruh masyarakat Indonesia khususnya bagi kaum dhuafa yang memiliki kendala ekonomi. Ada beberapa solusi yang dapat ditawarkan dalam kerangka konsep, sistem Ekonomi dan Keuangan Sosial Islam adalah:

  1. Penyaluran bantuan langsung tunai yang berasal dari dana zakat, infak dan sedekah, baik yang berasal dari pengumpul zakat maupun dari masyarakat. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya dapat difokuskan kepada orang miskin, yang memenuhi kriteria sebagaisalah satu yang berhak menerimanya (mustahik). (Linge: 2015).
  2. Penguatan wakaf uang baik dengan skema wakaf tunai, wakaf produktif maupun wakaf linked sukuk perlu ditingkatkan. Badan Wakaf Indonesia (BWI) perlu megadakan keja sama dengan lembaga keuangan syariah untuk mempromosikan skema wakaf ini, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk pembangunan berbagai infrastruktur berbasis wakaf seperti Rumah Sakit. Manajemen wakaf harus dilakukan dengan cara yang profesional, sehingga wakaf dapat dimanfaatkan secara produktif dan berkelanjutan. Seperti yang diketahui, wakaf memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan infrastruktur pada berbagai macam fasilitas umum dan pemberdayaan ekonomi umat, dimana wakaf tunai adalah satu jalan alternatif yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan kemiskinan di tengah masyarakat, dengan adanya partisipasi aktif dari pihak non pemerintah (masyarakat), khususnya golongan kaya dan memiliki kemampuan untuk membantu meringankan penderitaan masyarakat miskin.
  3. Bantuan modal usaha unggulan. Di tengah-tengah krisis seperti saat ini, tidak sedikit sektor usaha atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang berjuang agar tetap eksis. Usaha ini kerap kalisulit bertahan dikarenakan keterbatasan permodalan. Para perintis UMKM sebagai kelompok non-muzakki adalah kelompok yang sangat rentan terperosk ke dalam jurang kemiskinan dan kebangkrutan karena guncangan atau hantaman shock ekonomi.

Prinsip Pokok Keuangan Islam

Dalam praktiknya, keuangan sosial Islam sebenarnya menggunakan Fiqh al-Muamalat. Dalam beberapa hal, Fiqh al-Mu’amalat mencakup aturan yang sangat luas, termasuk aturan yang mengatur kontrak, hukuman, kejahatan, jaminan, dan hukum lain yang digunakan untuk mengontrol interaksi interpersonal antar manusia.

Fiqh al-Mu’amalat adalah cabang fiqh yang berfokus pada aturan perilaku dan hubungan yang berkaitan dengan hak, properti, dan penyelesaian perbedaan pendapat atas masalah ini dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sesuai dengan syariat. Akibatnya, fiqh muamalah juga diterapkan dalam keuangan sosial Islam sebagai sarana bertransaksi antara manusia.

Al-Taraadi adalah prinsip dasar dan panduan dari Muamalah komersial. Kenikmatan ini bersifat subyektif dan tidak dapat dipahami hanya dari cara para peserta transaksi benarbenar mengekspresikan diri mereka, baik melalui kata-kata, ungkapan, tindakan, atau gerak tubuh. Akibatnya, Kabul dan pernyataan persetujuan diperlukan untuk menunjukkan kegembiraan. Hanya mereka yang telah memiliki kemampuan (ahliyyah), yaitu Balig dan Rasional, yang dapat menyetujui izin (perjanjian) ijab dan kabul. Ancaman, penipuan, ketidakjujuran, dan misrepresentasi tidak boleh digunakan untuk mendapatkan persetujuan.

Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menjamin ketentraman dan keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Islam melarang menghasut kebencian dan perselisihan dalam masyarakat. Islam melarang pengambilan harta atau hak orang lain dengan kekerasan atau perampasan untuk kepentingan diri sendiri. Seseorang hanya dapat memperoleh sesuatu yang lain dengan persetujuan tertulis yang dinyatakan dalam kontrak. Mengingat bahwa mereka memastikan keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan manusia, semua kontrak yang didasarkan pada gagasan persetujuan bebas adalah sah.

Praktik Keuangan Sosial Islam

Dana sosial Islam meningkat drastis di negara dengan populasi Muslim terbesar saja selama pandemi ini. Mulai tahun 2020, penghimpunan Dana Sosial Islam meningkat drastis sekitar 70% dibandingkan tahun sebelumnya, sebagian karena digitalisasi pembayaran dana sosial. Kecenderungan untuk berdonasi melalui platform online dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh agama, kepercayaan, dan kontrol perilaku seseorang. Selain itu, sektor masyarakat mendapat penekanan utama dalam beberapa program SDG, diikuti oleh sektor kemakmuran dan perdamaian (Yunice, Intan, Faaza, 2021). ZISWAF (Zakat, Infak, Sedeqah, Wakaf). ZISWAF dapat digunakan sebagai solusi alternatif untuk isu-isu seperti kemiskinan dan kesenjangan pendapatan jika aktivitasnya dikendalikan seefektif mungkin. Inti dari amal Islam adalah ZISWAF. Tujuan dari ide kedermawanan Islam, adalah memberikan sedekah kepada mereka yang membutuhkan (Sardiana & Zulfison, 2018).

Semua umat Islam diwajibkan untuk mengikuti landasan Islam yang dikenal sebagai zakat, salah satu perintah Allah SWT. Karena menurut ajaran Islam, alam semesta dan segala isinya adalah milik Allah SWT, maka Allah SWT meminta kita umat Islam untuk menunaikan zakat. Hanya otoritas untuk mengelolanya yang diberikan kepada penghuni planet ini. Akibatnya, wajar saja jika manusia yang telah memperoleh kewibawaan tunduk dan melaksanakan kehendak Sang Pencipta Alam Semesta. Membayar zakat adalah salah satu kewajiban kita sebagai makhluk yang memiliki pengaruh terhadap alam semesta dan seisinya. Di sini, kami mendefinisikan zakat sebagai pengalihan kepemilikan harta dari yang kaya kepada yang kurang beruntung.

Al Amin (2006) menggarisbawahi bahwa proses monitoring terdiri dari empat bagian. Tetapkan tolok ukur, nilai hasil kinerja, buat perbandingan, pecahkan masalah perbedaan yang ditemukan, dan tangani. Zakat, sedekah, hadyu, hibah, jizya, dan wakaf semuanya dianggap sebagai bagian dari infak dalam Al-Qur’an. Hal ini pada hakekatnya mengacu pada infak infak atau pengeluaran yang diwajibkan secara eksklusif oleh agama, seperti kewajiban membayar zakat dan sunnah yang dianjurkan seperti infak dan sedekah. Amalan lain yang tidak lazim adalah wakaf, yaitu berdonasi dengan imbalan yang terus-menerus selama dirasakan manfaatnya.