Sabtu, 19 Oktober 2024 Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan
Telepon
(0634) 22080
E-Mail
pascasarjana@uinsyahada.ac.id
Alamat
Jl. T. Rizal Nurdin, Km. 4,5 Sihitang, Padangsidimpuan
Pengucapan Sighat Taklik Talak ditinjau dari Perspektif Hukum setelah Terbitnya SEMA Nomor 1 Tahun 2022 (Studi Perkara No. 334/Pdt.G/2023/PA.Pyb) – Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan

Pengucapan Sighat Taklik Talak ditinjau dari Perspektif Hukum setelah Terbitnya SEMA Nomor 1 Tahun 2022 (Studi Perkara No. 334/Pdt.G/2023/PA.Pyb)

Penulis : Mhd. Yunus Rkt (2350300018)

Taklik talak dalam akad perkawinan bertujuan untuk melindungi hak-hak wanita (istri) dari tindakan sewenang-wenang lelaki (suami). Sehingga dengan adanya taklik talak tersebut diharapkan semua pihak bisa menjalankan prinsip perkawinan yakni menguatkan ikatan perkawinan untuk selama-lamanya. Namun tidak sedikit pula perkawinan yang telah dibangun dengan kokoh menjadi sebuah bencana dan malapetaka bagi suami istri sehingga terjadi perceraian.

Ada banyak faktor kasus perceraian di Pengadilan Agama terjadi dan salah satu faktornya suami tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya seperti perkara perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Panyabungan dengan nomor putusan “334/Pdt.G/2023/PA.Pyb”, di mana Hakim Pengadilan Agama mengabulkan gugatan Penggugat dengan menjatuhkan talak satu Khul’i.

Pada tanggal 15 Desember 2022 yang lalu, Mahkamah Agung telah mengeluarkan SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 1 Tahun 2022 yang salah satu isinya yakni Rumusan Hukum Kamar Agama Poin (1) Hukum Perkawinan huruf (b) poin (1) dan (2). Bunyinya “Dalam Upaya mempertahankan suatu perkawinan dan memenuhi prinsip mempersukar perceraian maka :

  1. Perceraian dengan alasan suami/istri tidak melaksanakan kewajiban nafkah lahir dan/atau batin, hanya dapat dikabulkan jika terbukti suami/istri tidak melaksanakan kewajibannya setelah minimal 12 (dua belas) bulan;
  2. Suami/istri berselisih dan bertengkar terus-menerus atau telah berpisah tempat tinggal selama minimal 6 (enam) bulan.”

Jika melihat perbandingan antara huruf (b) poin (1) dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2022 dan isi sighat taklik talak dalam buku nikah Kementerian Agama maka ada perbedaan rumusan di mana dalam SEMA Nomor 1 Tahun 2022 dijelaskan bahwa perceraian dengan alasan suami/istri tidak melaksanakan kewajiban nafkah lahir dan/atau batin, hanya dapat dikabulkan jika terbukti suami/istri tidak melaksanakan kewajibannya setelah minimal 12 (dua belas) bulan. Sedangkan buku nikah Kementerian Agama dijelaskan bahwa tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (bulan) lamanya. Dengan begitu, tulisan ini akan menjawab pertanyaan: pertama, apakah isi sighat taklik talak nomor 2 dalam Buku Nikah Kementerian Agama yang bunyinya tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya masih berlaku untuk digunakan sebagai gugatan dalam perceraian setelah dikeluarkannya SEMA Nomor 1 Tahun 2022? Jawaban dari pertanyaan ini ingin melihat kepastiaan hukum keberadaan sighat taklik talak nomor 2 dalam Buku Nikah Kementerian Agama masih berlaku. Kedua, bagaimana kekuatan hukum yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung seperti SEMA Nomor 1 Tahun 2022 jika dibandingkan dengan KHI Kementerian Agama di Pengadilan Agama Panyabungan? Jawaban dari pertanyaan ini ingin melihat kekuatan landasan hukum yang digunakan oleh penegak hukum di Pengadilan Agama Panyabungan?

Kedudukan Sighat Taklik Talak dalam Hukum Islam

Materi shigat taklik talak pada dasarnya telah dipenuhi dan tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diganti dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Dalam fakta yuridis yang dihimpun dapat diketahui bahwa sejak tahun 1940 sampai sekarang, rumusan sigat taklik telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan mengenai syarat taklik yang berlaku di Indonesia sejak sebelum merdeka (1940) hingga setelah merdeka yakni sejak ditentukan oleh Kementerian Agama RI pada tahun 1947, 1950, 1956, dan 1975 semakin menunjukkan kualitas syar’i, yakni mempersukar terjadinya perceraian sekaligus melindungi istri dari perbuatan sewenang-wenang suami.

Pada tanggal 11 September 2023 Hakim Pengadilan Agama Panyabungan dengan nomor putusan “334/Pdt.G/2023/PA.Pyb”, mengabulkan gugatan Penggugat dengan menjatuhkan talak satu Khul’i. Isi gugatannya karena Tergugat tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (bulan) lamanya. Dari isi gugatan yang sudah diputuskan tersebut, hakim masih menggunakan isi sighat taklik talak nomor 2 dalam buku nikah Kementerian Agama sebagai landasan hukum dalam memutuskan perkara daripada SEMA Nomor 1 Tahun 2022 karena itu menjadi kewenangan majelis hakim.

Kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2022 dalam Hukum Positif

Secara teori untuk menentukan kedudukan SEMA dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Kesulitan tersebut disebabkan karena tidak ada aturan baku yang dapat diacu. Sebelum membahas kedudukan SEMA dalam hirarki peraturan perundang-undangan ada baiknya kita memahami dulu kedudukanya dalam pranata Mahkamah Agung. Dilihat dari bentuk formal dan isinya sebenarnya kedudukan SEMA dibawah PERMA, hal ini dikarenakan PERMA dibuat dalam bentuk formal yang lebih sempurna sebagai salah bentuk peraturan. Dari fakta yang di dapat dengan menginventarisir tabel, SEMA dapat dibuat dengan berdasarkan pada Peraturan Mahkamah Agung dan kehadiran PERMA dapat membatalkan suatu Surat Edaran Mahkamah Agung contohnya SEMA Nomor 6 Tahun 1967 yang dibatalkan oleh PERMA Nomor 1 tahun 1969.

Namun, untuk menentukan letak SEMA dalam hirarki peraturan perundang-undangan kita harus memperhatikan beberapa hal tertentu. Pertama, Hanya SEMA yang isinya sesuai dengan ketentuan pada pasal 79 Undang-Undang Mahkamah Agung yang dapat masuk dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Kedua, melihat keberlakuan Surat Edaran Mahkamah Agung yang berlaku nasional di seluruh wilayah Indonesia maka SEMA kedudukanya berada diatas PERDA selain itu tidak ada SEMA yang berisi menjelaskan atau berdasarkan kepada PERDA. Ketiga melihat dari segi Isi, beberapa SEMA digunakan Mahkamah Agung sebagai aturan pelaksana dari peraturan dan keputusan menteri hukum dan HAM saat Mahkamah Agung masih menggunakan sistem 2 atap. Tetapi kita juga tidak dapat menyimpulkan bahwa SEMA berada di bawah Peraturan Menteri dikarenakan ada pula SEMA yang dibentuk sebagai aturan pelaksana Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu untuk menentukan kedudukan SEMA dalam hirarki peraturan perundang-undangan sendiri harus didasari oleh isi dari tiap-tiap SEMA tersebut.

Teori hirarki perundang-undangan menyatakan bahwa sistem hukum disusun secara berjenjang dan bertingkat-tingkat seperti anak tangga. Hubungan antara norma yang mengatur perbuatan norma lain yang disebut sebagai hubungan super dan subordinasi dalam konteks spasial. Norma yang menentukan perbuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang melakukan perbuatan disebut norma inferior. Maka perbuatan yang dilakukan oleh norma yang lebih tinggi (superior) menjadi alasan validitas keseluruhan tata hukum yang membentuk satu kesatuan. Menurut Hans Kelsen, keabsahan suatu norma yang lebih tinggi dan norma lebih tinggi itu ditentukan keabsahannya oleh norma lain yang lebih tinggi lagi. Norma tertinggi disebut oleh Kelsen sebagai norma dasar (grundnorm), suatu norma yang keabsahannya tidak dipertanyakan lagi, melainkan diterima jadi (taken for granted). Teori hirarki norma yang dikemukakan oleh Hans Kelsen menggambarkan adanya susunan norma bertingkat dalam suatu tatanan normatif, di mana norma lebih rendah mendapatkan keabsahannya dari norma lebih tinggi secara formal, yakni dilihat dari sisi prosedur pembuatannya, bukan dari segi kandungan isinya.

Hirarki Peraturan Perundang-undangan dapat dimaknai pada tiga poin, yaitu:

  1. Peraturan hukum atasan merupakan dasar hukum pembentukan peraturan hukum bawahan
  2. Peraturan hukum bawahan merupakan pelaksanaan peraturan hukum atasan, oleh karena itu kedudukannya lebih rendah dan materi muatannya tidak boleh bertentangan
  3. Manakala terdapat dua peraturan Perundang-undangan dengan materi muatan mengatur materi sama dan dengan kedudukan sama, maka berlaku peraturan perundang-undangan baru.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sejak tahun 1940 sampai sekarang, rumusan sigat taklik telah mengalami beberapa kali perubahan yang semakin menunjukkan kualitas syar’i. Begitu juga dengan terbitnya SEMA Nomor 1 Tahun 2022 yang secara substansinya juga demi melindungi rumah tangga dari perceraian.

Namun bila ada perkara perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama dan Hakim harus memutuskan perkara tersebut maka hal ini menjadi kewenangan Hakim untuk menggunakan landasan hukum KHI atau alternatif lain, yakni SEMA Nomor 1 Tahun 2022. Dalam perkara nomor putusan “334/Pdt.G/2023/PA.Pyb” di Pengadilan Agama Panyabungan, Hakim masih menggunakan isi sighat taklik talak Kementerian Agama sebagai landasan hukum dalam memutuskan perkara gugatan.