Sabtu, 19 Oktober 2024 Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan
Telepon
(0634) 22080
E-Mail
pascasarjana@uinsyahada.ac.id
Alamat
Jl. T. Rizal Nurdin, Km. 4,5 Sihitang, Padangsidimpuan
Pandangan Masyarakat Kota Padangsidimpuan terhadap Pasangan Suami Istri yang Tinggal Bersama Mertua dari Keluarga Istri (Orang Tua Istri) – Pascasarjana UIN Syahada Padangsidimpuan

Pandangan Masyarakat Kota Padangsidimpuan terhadap Pasangan Suami Istri yang Tinggal Bersama Mertua dari Keluarga Istri (Orang Tua Istri)

Penulis : Marwan Saputra (2250300012)
 

Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat luhur dan sakral dalam Islam. Pernikahan ialah salah satu bentuk ibadah kepada Allah dan merupakan sunah Rasulullah.

Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Al-Qur’an, anjuran untuk menikah terdapat dalam firman Allah QS. Ar-Rum ayat 21:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Dalam sebuah pernikahan, tentunya tidak hanya berkaitan dengan dua insan laki-laki dan perempuan saja yang menjalin hubungan tersebut, namun pernikahan juga melibatkan dua keluarga besar yang dimana sebagai menantu dari orangtua pasangan harus mampu memposisikan diri sehingga dapat diterima dengan baik. Karena sebagai menantu juga sangat berpengaruh terhadap keharmonisan keluarga.

Di Kota Padangsidimpuan ada istilah yang unik, namun sangat dipandang rendah oleh masyarakat dan bahkan sering dijadikan bahan bulliying yaitu SUMONDU (Pasangan Suami Istri Yang Tinggal Bersama Orangtua Perempuan). Kota Padangsidimpuan yang masih ketat dengan adat budayanya batak tapanuli melarang keras seorang suami tinggal bersama mertuanya, karena menganggap seorang suami itu tidak mampu menyediakan tempat tinggal bagi istrinya, bahkan masyarakat menganggap jika seorang suami mau tinggal bersama mertuanya maka segala kehidupan rumah tangganya akan diatur oleh mertuanya tersebut.

Dari pandangan masyarakat tersebut makanya sangat dilarang seorang suami tinggal bersama mertuanya karena hal itu termasuk perkara yang sangat memalukan bagi masyarakat. Tinggal satu rumah dengan mertua juga akan menimbulkan persaingan di antara menantu dan orangtua. Di satu pihak, pasangan pasti ingin agar istri lebih mengutamakan suami, namun mertua yang sebagai orangtua merasa memiliki hak yang lebih besar untuk diutamakan oleh anaknya sendiri melebihi siapa pun termasuk oleh sang menantu. Nah, hal seperti ini pun tidak jarang menjadi sumber konflik di antara suami istri.

Dari hasil wawancara salah satu warga masyarakat Batunadua bernama Bapak Aianto Harahap beliau mengatakatan “Pala ami tong tinggal pe ami dohot orangtua i, harana nabaru-baru dopena ami. Lagi pula inda pe adong dapot ami kontrakan, karejo ni alak laiku pe inda pedo manontu, makana ami tinggal dohot orangtua i.”

Dan hasil wawancara selanjutnya salah satu warga masyarakat Aek Tampang Beliaumengatakatan bahwa “Biama attong dibaen, pancarian pe pas-pasan, pala mangontrak ami inda dong be giot panganon, daganak pe mandung magodang, lagi pula pe ami tinggal dohot orangtua na ami do mangalehen mangan na, alak lai ni iba pe na kuli bangunan do, kadang-kadang adong dapot karejo, kadang-kadang baya naso do alak lai ni ibai di bagasan, memang dabo alang do roha mangida orangtuai, songoni juo pandangan ni alak, pala kadang ro pangecet ni alak i, ancit do roha, taina on ma takdir na dapot.”

Dari hasil wawancara dapat kita lihat bahwa seorang suami juga tidak ingin tinggal bersama orang tuanya dikarenakan keadaan ekonomi yang susah mencari pekerjaan dan minimnya pendidikan yang banyak mengakibatkan suami rela tinggal bersama mertuanya.

Para ulama pun menetapkan hukum suami/istri yang menolak tinggal dengan mertua. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa hukumnya adalah mubah atau boleh. Namun, sebagian lain mengatakan makruh.

Dalam fatwa Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam kitab Al-Muntaqa min Fatawa Al-Fauzan beliau mengatakan bahwa seorang istri hendaknya tidak memaksa suaminya untuk tinggal bersama mertua. Jika suaminya tidak mau, ia harus menghargai keputusannya. Seorang istri harus memberikan pengertian kepada orang tuanya tentang masalah ini. Namun, ia dianjurkan untuk tetap berbakti kepada orang tua dan selalu memohon ridhanya.

Pendapat ulama tentang hal ini didukung oleh hukum Islam di Indonesia. Menurut UU No. 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan Pasal 78 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa, “Suami istri diharuskan untuk mempunyai tempat kediaman tetap yang ditentukan oleh suami istri bersama.”