Penulis : Romando Yusrat (2250200002)
Untuk masyarakat berkembang khususnya di Indonesia sendiri memiliki heterogenitas yang kuat sehingga malah menibulkan kesulitan dalam menggambarkan secara umum system hubungan masyarakat desa dan tanah mereka. Daerah geografis Indonesia yang luas dan beragam juga berpengaruh. Sebelum Indonesia merdeka, banyak daerah yang memiliki adat istiadat tradisi tersendiri, bahkan pemerintahan sendiri (kerajaan). Kondisi geografik dan belum hadirnya teknologi maju menyebabkan isolasi phisik lalu menciptakan isolasi sosial cultural. Ketika Indonesia merdeka lalu menetapkan peraturan-peraturan yang mengatur tata milik dan tata guna tanah secara nasional, terjadi masalah pada ketentuan legal formal dengan hukum adat setempat.
Di Indonesia sendiri, masalah land tenure lebih dirasa ketimbang land division, terlihat pada masyarakat petani kelas bawah dan tidak begitu terlihat pada petani ladang. Luas area sawah memang sempit dari pada luas area petani pekebun, namun karena petani sawah merupakan petani paling banyak jumlahnya (di Jawa) maka peranannya sangat besar. Persewaan adalah bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dan penyewa yang dimana pemilik tanah menyerahkan hak guna tanahnya kepada penyewa, sedang si penyewa menyerahkan sejumlah uang, untuk jangka waktu tertentu, keuntungan, kerugian, dan biaya produksi berada ditangan penyewa, dan apabila jangka waktu persewaan berakhir maka dengan sendirinya tanah tersebut kembali pada pemiliknya.
Jika di Indonesia sendiri hubungan manusia dengan tanah sudah sangat komplek, bukan hanya manusia dan tanahnya saja yang menjadi masalah, malahan merembet kejalur politik karena dipolitisasi, mencari keuntungan oleh segelintir orang tertntu, dan akhirnya marak terjadi akhir-akhir ini bentrok yang tak lain dan tak bukan disebabkan masalah hubungan manusia (petani) dengan tanah. Lagi-lagi peraturan yang diberlakukan pemerintah tidak tegas, masih saja petani jatuh miskin atau tetap menjadi petani bawah karena kurangnya perhatian dari pemerintah, mereka memasok berbagai hasil pertanian tetapi harga yang ditetapkan pemerintah tidak sebanding dengan jerih payah usaha petani Indonesia sekarang ini, alhasil petani kita tetap menjadi petani bawah, dan itu sudah teurun temurun. Dengan orang-orang tertentu yang ingin berkuasa menyebabkan petani semakin banyak khususnya buruh tani.
Faktor-Faktor Determinan Dalam Sektor Ekonomi Desa
- Faktor Keluarga
Seluruh organisasinya ditentukan ukuran dan komposisi keluarga petani itu dan koordinasi tuntutan-tuntutan konsumsinya dengan jumlah tangan yang bekerja. Karena keluarga merupakan unit ekonomi swasembada mandiri, maka pada tingkat masyaarakat sebenarnya tidak terdapat sistem ekonomi yang jalin menjalin, saling tergantug seperti dalam masyarakat kota. Maka pada masyarakat desa hakekatnya msyarakat bukanlah merupakan satu kesatuan ekonomi melainkan lebih merupakan kesatuan sosial.
- Faktor Tanah
Dua karakteristik pemilikan lahan memiliki pengaruh khas terhadap sistem pertanian ekonomi. Karakteristik pemilikan ini adalah menyangkut luas sempitnya pemilikan lahan, dan sistem land tenure. Pengaruh luas sempitnya lahan terhadap sistem pertanian ekonomi : Pemilikan lahan sempit cenderung pada system pertanian yang intensif, terlebih jika ditunjang kesuburan tanah yang tinggi, contohnya pertanian sawah di Jawa umumnya, sedangkan pemilikan tanah yang luas cenderung pada ekstensifikasi, contohnya perkebunan diluar Jawa umumnya. Pengaruh perbedaan dalam luas pemilikan lahan pertanian yang luas. Desa atau lingkungan tertentu yang memiliki lahan pertanian rata-rata sama luasnya (one class system) akan berbeda pengaruhnya terhadap sistem pertanian ekonomi dibanding dengan desa yang rata-rata pemilikan lahan warganya tidak sama (tuan tanah berhadapan dengan petani atau penggarap buruh disebut two class system).
- Faktor Pasar
Peranan pasar tidak hanya menciptakan sistem ekonomi pertanian yang mengarahkan perkembangan ciri-ciri komunitas desa (untuk menyesuaikan peran mereka dalam pertukaran pasar). Peranan pasar juga menyebabkan semakin berkembangnya jaringan ketergantungan antara komunitas desa satu dengan lainnya. Peran yang dimainkan dipasar itu (terutama pasar jaringan) juga semakin banyak penduduk desa yang tidak tergantung pada pertanian. Mulai terlihat penduduk desa yang secara jelas menjadi kelompok pedagang. Secara demikian desa tidak lagi menjadi wilayah yang mandiri secara sosial dan ekonomi, melainkan telah menjadi bagian dalam satuan sosial ekonomi yang lebih luas. Dalam konteks ini sistem ekonomi pertanian semakin kompleks, menampung dan mengakomodasikan pengaruh-pengaruh luar desa.
Pertama faktor keluarga, salah satu faktor yang penting dalam sistem ekonomi pertanian. Karena setiap keluarga berjuang dan bekerja keras mengelola, membagi, menentukan kegiatan-kegiatan guna menunjang kebutuhan keluarga mereka. Kedua faktor tanah, faktor ini menentukan setidaknya besarnya hasil pertanian nantinya yang akan diperoleh, karena semakin luas tanahnya maka hasil pertanian jelas akan melimpah pula. Ketiga adalah faktor pasar, hal yang tidak kalah pentingnya karena pasar ini sebagai tempat mereka untuk menukarkan hasil pertanian mereka dengan kebutunan yang diperluakan (barter) atau dengan alat penukaran barang berupa uang.
Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Tetapi jika kita benturkan pada keadaan sekarang ini, keadaan modern, hal-hal atau faktor-faktor semacam ini sepertinya semakin luntur. Anggapan menjadi petani akan memiliki nasib yang sama (miskin) membuat generasi muda (anak-anak petani) mulai meninggalkan salah satu faktor diatas tadi. Maka dari itu, tidak ada generasi selanjutnya yang akan menjadi petani, mereka memilih mobilitas yang lebih tinggi dari seorang pekerja petani.
Pengaruh Sistem Ekonomi Pertanian Terhadap Sistem Sosial
Pengaruh sistem ekonomi pertanian terhadap sistem ekonomi berkaitan erat dengan faktor teknologi dan sistem uang kapitalisme. Masyarakat petani yang belum menggunakan teknologi modern dan belum menggunakan uang dalam sistem perekonomian mereka, maka dalam kehidupan sosialnya ditandai adanya hubungan-hubungan akrab, informal, serta bebas santai, karena dengan tidak adanya teknologi modern tercipta kondisi yang membuat mereka saling tolong menolong (barter, gotong royong). Kedekatan emosional sangat diperlukan sebab jika tidak hubungan mereka akan tidak pula membuahkan kerjasama langsung.
Namun, kurukunan dan solidaritas yang kuat pada masyarakat desa sebenarnya tidak hanya tercipta oleh adanya tuntutan kerja sama langsung, melainkan juga disebabkan kesamaan yang ada pada mereka seperti sama-sama kaum petani, sama-sama tiggal di desa yang sama, dll. Kerukunan dan gotong royong diantara para petani ini semakin luntur dengan adanya penggunaan teknologi diantara mereka.
Pengaruh Sistem Sosial Terhadap Sistem Ekonomi Pertanian
Petani menyikapi pertanian sebagai way of life (kebudayaan) berarti mereka menggeluti pertanian bukan sekedar sebagai mata pencaharian melainkan menyangkut totalitas kehidupan mereka. Inti dari pola kebudayaan petani bersahaja atau peasan adalah subsistensi dan tradisionalisme. Kedua inilah sebagai faktor penghambat terlaksananya proses modernisasi pertanian dikalangan masyarakat petani desa.
Ciri khas masyarakat desa yang mempunyai hubungan atau ikatan emosional yang tinggi membuat masyarakat pertanian rukun tanpa adanya suatu masalah yang berarti. Tetapi ketika sejumlah atau segelintir orang yang ingin memperoleh keuntungan lebih tanpa memperhatikan hubungan sosial masyarakat pertanian menyebabkan hubungan yang terjalin sejak lama bahkan turun temurun semakin renggang karena penggunakan teknologi seeprti sekarang ini, teknologi pertanian modern. Tetapi masyarakat pertanian sendiri mempunyai aturan yang tak tertulis, yakni suatu sanksi sosial yang tentunya akan berlaku untuk orang-orang yang menyimpang atau keluar dari jalur masyarakat petani pada umumnya.
Faktor-faktor determinan dalam sektor ekonomi desa yaitu faktor keluarga, faktor tanah, dan faktor pasar. Pertama faktor keluarga, setiap keluarga berjuang dan bekerja keras mengelola, membagi, menentukan kegiatan-kegiatan guna menunjang kebutuhan keluarga mereka. Kedua faktor tanah, faktor ini menentukan setidaknya besarnya hasil pertanian nantinya yang akan diperoleh, karena semakin luas tanahnya maka hasil pertanian jelas akan melimpah pula. Ketiga adalah faktor pasar, hal yang tidak kalah pentingnya karena pasar ini sebagai tempat mereka untuk menukarkan hasil pertanian mereka dengan kebutunan yang diperluakan (barter) atau dengan alat penukaran barang berupa uang.